Senin, 15 Desember 2014

Cerpen Inspiratif



Butir Kasihmu
karya : Adya Al Farghanie

Sebening tetesan embun pagi
Secerah sinarnya mentari
Bila ku tatap wajahmu
Ada kehangatan di dalam hatiiku
Air wudhu selalu membasahimu
Ayat suci selalu dikumandangkan
Suara lembut penuh keluh dan kesah
Berdoa untuk putera-puterimu
...............................................
Senandung Sakha itu.... syair itu.... ya Allah.... Syair itu mampu menusuk ruang hatiku yang paling dalam, hingga mampu mmenjatuhkan butiran air dari mataku.
“ Ibu, bapak, maafkan anakmu ini, anakmu banyak salah, belum bisa balas semua jasamu, anakmu belum bisa bahagikamu hingga saat ini “ Rintihku seraya meneteskkan air mata.
Astaghfirullahal ‘adziim....  aku menangis. Akhirnya aku tersadar dari tangisanku.
“ Ya Allah maaafkan hamba, hamba selalu mengeluh, tak seharusnya hamba lakukan ini. Tak ada gunanya hamba mengeluh. Tindakanlah yang harusnya hamba lakukan demi kebahagiaan mereka. Kuatkan hamba dalam menghadapi semuanya, berilah kesabaran Mu dalam hadapi hari-hari hamba “ Harapku pada sang Kholiq
Bedug berbunyi tebarkan alam sunyi, berkumandang suara adzan.
“ Alhamdulillah ya Allah, akhirnya aku masih dipertemukan dengan waktu Isya” Syukurku.
Isya tlah tiba dan aku meletakkan Al-Quran di atas meja belajarku. Maklum meja belajarnya masih semrawut. Jadi, Al-Quran juga aku letakkan di meja belajar.
“ Inilah waktu yang tepat untuk berdoa, karena disaat adzan dikumandangkan adalah waktu yang tepat untuk memanjatkan doa “ Gumamku.
Adzan tlah selesai dikumandangkan, dan para muslim sigap untuk menghadap Nya, mengabdikan diri pada Nya, menyerahkan diri pada tuhan Nya, dan mengadukan semua yang terjadi pada dirinya, termasuk aku. J
Auliya itulah sapaan akrab teman-temanku, diambil dari sebuah nama pemberian kedua orangtuaku yaitu Auliya Zahra. Aku bukan terlahir dari kalangan cendikia melainkan aku terlahir dari pasangan seorang petani kampung yang kerjanya di sawah dan sekalipun mengolah sawah masih terbatas dengan kemampuan. Yah wajar aja, bapakku tidak mengenyam pendidikan seperti yang lainnya rasakan, SD pun bapak tidak tamat. Sebenarnya ia juga ingin sekolah, tapi karena orangtuanya mengalami sakit keras dan ia harus merawatnya serta menggantikan posisinya sebagai tulang punggung keluarga, terpaksa ia harus putus sekolah dan merelakan pendidikannya. Bapakku terlahir sebagai anak laki-laki satu-satunya dan anak bungsu pula, sedangkan yang lainnya perempuan. Jadi, dialah yang menggantikan posisi bapaknya. Dari situlah bapak tidak menginginkan anak-anaknya kelak putus sekolah. Apapun yang bisa ia lakukan dan kerjakan maka ia akan lakukakan bahkan tenaga, pikiran hingga nyawapun ia rela korbankan hanya demi menyekolahkan anak-anaknya, Bagaimana tidak? Setiap hari ia pergi ke sawah dan ke hutan sebelum mentari terbit dan menyapa alam jagad raya ini, dan pulang setelah mentari terbenam menyembunyikan sosoknya nan indah. Banyak lika-liku yang harus ia lalui untuk sampai ke tempat tujuan, ia harus melewati rintangan-rintangan yang tak pernah terduga seperti binatang buas. Sinar mentari yang menyengat tubuhnya hingga keringat bercucuran tak dipedulikan.  Namun, ia jalani semua itu demi anak-anaknya. Sungguh besar jasamu wahai orangtuaku.
Tak hanya seorang diri bapakku ke sawah, tapi ibu pun ke sawah setelah selesai semua kerjaan rumah. Panas dan hujan bukanlah halangan, ujian dan rintangan sudah jadi makanan sehari-hari. Memang, tak indah jika hidup tak ada jalan yang berlika-liku, tak ada susah dan senang. Hidup memang penuh dengan cobaan sebagai ujian kesabaran, ujian ketegaran, ujian keteguhan iman, dan sebagai tanda cinta dan sayang Allah kepada hamba Nya.
Waktu tlah menunjukan enam pagi, aku harus segera go to school, dzahaba ilal madrosah. Karena aku harus menempuh sekolahku dengan jalan kaki, aku harus nyadar diri, bapak selalu berpesan pada anak-anaknya jadi orang itu harus gede rumasa (tau diri), jangan gede pangberasa (suka iri). Itulah pesan bapak yang selalu aku simpan dalam benakku sampai kapanpun. Karena itu adalah sebuah prinsip hidup yang sangat ber makna bagiku. jarak yang harus aku tempuh yah lumayan, makanya aku harus berankat pagi-pagi. Aku mengahampiri ibu yang masih di dapur
“ Bu, kula ayun linggar sakola kerihin nggih bu“
“ Enggih nak, ati-ati bae yah “
“ Enggih bu, doakaken bae nggih bu “
“ Enggih insyaallah, doa mah boten liren-liren, boten kelalen”
“ Hatur nuhun bu, Assalamu’alaikum “ Pamitku sambil kucium tangan ibu
“ Wa’alaikumussalam “ Jawab ibu penuh kasih

Aku tlah menghilang dari balik pintu rumahku, saatnya aku melanjutkan perjalanan. Sungguh melelahkan sih, tapi aku tetep semangat. Aku harus bisa bahagiakan kedua orangtuaku, akan kubawakan kesuksesan untuk kalian. SEMANGAT.....!!!! Tak lama kamudian aku samapi juga di Sekolah.
Masa-masa kelas tiga SMA adalah masa galau yang dialami hampir seluruh siswa SMA yang ada di Indonesia. Dari Sabang sampai Maroke. Masa penentuan melanjutkan studi dimana atau kerja. Entahlah aku harus kuliah (studi) apa kuliah (kuli payah alias kerja). Rasanya aku tak mampu untuk kuliah, aku ga mungkin untuk lakukan itu, dan aku juga ga mau jadi beban kedua orangtuaku. Misi aku sekolah adalah agar menjadi pribadi yang mandiri bukan pribadi yang merepotkan kedua orangtuaku. Aku harus kerja dulu, baru aku bisa kuliah dari usahaku sendiri.
“ Auliya ?” Sapa sahabatku Sofia
“ Oh iyahh,, da apa via “ Jawabku, yang terbangun dari lamunan
“ Kamu ngelamunin apa Auliyaaa ?”
“ engga ko, aku ga ngelamun “ Bantahku
“ Udah lah jujur aja sama aku. Aku kan sahabatmu Liya “
“ Gada papa ko “
“ Cerita aja kalo ada apa-apa sama aku, siapa tau aku bisa bantu “
“ Entahlah via, aku juga bingung sama diri aku. Aku harus kerja apa kuliah. Kamu inget kan apa yang ibu BP sampaikan tadi? “
“ iyah aku inget ko.Kamu kuliah aja, prestasimu lumayan loh, sayang kalo kamu ga kuliah “
“ Aku harus kuliah pake apa vy ? Kalo pake daun sih banyak deket rumah ga usah pusing kaya gini. Lebih baik aku kerja dulu, baru tahun depannya aku kuliah “
“ Kenapa kerja dulu ? Kuliah juga ada yang gratis ko, sekarang itu sudah ada beasiswa untuk siswa yang tidak mampu ekonomi tetapi berprestasi dan ingin melanjutkan kuliah 
“ Beasiswa apaan sih viaaa ? masa iya kuliah gratis?. Mana ada “ cetusku
“ Ada ko Liya, namanya beasiswa BIDIKMISI. Selain kamu gratis kuliah, kamu juga dapat uang jajan sehari-hari namanya uang living cost. Ibu BP tadi belum nyampein info yah. Hdhh... aku lupa “
“ Meskipun ada, aku gakan pernah bisa dapetin itu. Ibu BP kan tadi baru nyampein jalur masuk ke Perguruan Tinggi “
“ Kamu pasti bisa ko. Kamu punya prestssi, kamu punya segenap kemampuan yang orang lain ga punya. Kamu harus percaya sama kemampuan diri kamu sendiri Auliya sahabatku “
Aku kembali pada lamunanku. Entahlah tiba-tiba air mata membanjiri pipiku. Aku tak sadar kenapa aku nangis sampe segitunya. Aku membayangkkan betapa bahagianya aku dan orangtuaku jika aku bisa mendapatkan semua itu dan aku bisa kuliah tanpa harus membebani kedua orangtuaku yang sudah berumur. Tapi, sepertinya itu hanya angan-angan kosong yang takan pernah ku genggam. Tiba-tiba sofia memelukku seraya berkata
“ Sahabatku, yakinlah Allah akan mmenolong hamba Nya yang lemah, akan memberikan bukti cinta dan kasih Nya pada mereka yang bersabar. Kamulah salah satu orangnya. Percayalah kamu pasti bisa kuliah ko, jika kamu punya keinginan yang kuat. Ingat sahabatku, bayangkan rona orangtuamu jika kamu sukses kelak. Bukankah mereka akan bahagia ? karena orang yang selama ini dididiknya telah menuai kesuksesan. Ingat jasa orangtuamu sahabatku. Ingat pengorbanan mereka, mereka sampai rela mengorbankan tenaga, pikiran bahkan nyawa sekalipun hanya demi anak-anaknya tercinta. Kita tak bisa membalas segala jasanya dengan apapun, kita hanya bisa memberikan kebahagiaan pada mereka, memberikan kesuksesan kita pada mereka “ Nasehat bijak sahabatku
Aku hanya terdiam kaku, aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya air mata yang bisa aku teteskan.
“ Yakinlah, Allah bersama orang-orang yang sabar “ tegasnya lagi
“ Makasih atas semua nasehatmu sahabatku, entahlah apa yang akan terjadi jika tak ada kamu. Mungkin aku hanya bisa berputus asa. Makasih atas bantuanmu selama ini “
“ Sama-sama sahabatku, aku juga berterimakasih padamu. Selama ini kamu tlah membantu kegiatan belajarku, kamu dah mau ngajarin aku. Yang bisa kita lakukan saat ini yaitu berusaha dan berdoa “
“ Okeh, bangkit SEMANGAT........!!!!”
“ Ehh.. udahhistirahat looh dari tadi “
“ Oh iyah, kamu mau istirahat yah ?“
Sofia hanya membalasnya dengan senyuman.
“ Kamu laper kan ?”
“ Kalo aku jajan, kamu juga harus jajan ! Aku gamau jajan sendiri, sementara sahabatku kelaperan, hayu ke Kantin bareng “
“ Tapi Vy.. aku..... “
Belum selesai ngomong Sofia langsung manarik tanganku. Yasudahlah. Sesampainya di Kantin, aku hanya dicibir sama komplotan alisan the Geng’a Susi.
“ Eh, cewe miskin. Mau ngapain lohh d kiantin ?” Cibir Susi
“ Mau minta-minta kali, kan tiap hari dia ga bawa duit ?” cetus salah satu anggota geng Susi
“ Hahahahahahahaha.............. “ mereka menertawakan aku
“ Eh,, kaliaan.....!!!” Sofia belum sempet lanjutin omongannya
“ Udahlahh sahabatku, biarin aja. Emang omonngan mereka bener ko “ aku langsung tarik Sofia
“ Tapi, Liya......... hhhh”
Sofiia ga terima dengan ulah mereka. Tapi aku biasa aja dengan mereka. Dah biasa sehari-hari gitu mau diapain lagi. Yahh namanya juga mereka orang punya beda banget sama aku. Bukan hanya mereka ko yang seperti itu tapi masih banyak lagi. Aku selalu berdoa semoga mereka diberikan kesadaran, karena apapun yang kita miliki adalah milik Allah. Kapanpun Allah akan mengambilnya, maka ia akan ambil termasuk nyawa kita sekalipun. Sofia adalah sahabatku dari kelas satu SMA, dia memang baik dan peduli sama aku. Kami pun menikmati gorengan yang tersedia di Kantin, yahh biasalah anak sekolah. Setelah bel masuk berbunyi kami sigap ke kelas, dan ternyata gurunya ga masuk dan ngasih tugas. Tugas pun diselesaikan sebagai latihan menghadapi Ujian Nasional. Sepulang dari sekolah, aku tak seperti mereka yang punya uang< mereka ikutan Les atau Kursus dan sejenisnya. Aku langsung pulang ke rumah. Setibanya di rumah pun, aku gabisa seperti mereka istirahat tidur siang, bersantai atau apa lah, aku tidak terbiasa. Hari-hariku dibiasakan dengan kesibukan. Aku harus bantu orangtuaku. Banyak tugas rumah yang harus diselesaikan. Jadi, aku gabisa berleha-leha. Seperti itulah hari-hariku di sekolah dan di rumah.
Malam hari aku cerita sama orangtuaku tentang kelanjutan studiku. Aku ceritakan beasiswa yang bisa membantu perkuliahanku. Awalnya mereka tak percaya dengan beasiswa itu, aku berikan pemahaman-pemahan dan akhirnya mereka menyetujuinya.
“ Lamun ayun kuliah, bapak boten bangkit ngabiayai kuliahe. Maler wenten sing ayun d sakola aken, bapak mah bangkite geh ngadoakaken, manawi mah olih beasiswane “
“ Enggih pa, ammiin. Kula mah ngenda doa bapak sareng ibu, manawi kula dilancaraken sedantene “
Terjadi percakapan yang begitu membuatku bingung juga. Tapi, aku akan usaha sekeras mungkin untuk dapetin itu. Semangat.....!!!!
Sejak SMP biaya sekolahku dibantu dengan beasiswa. Beasiswa dari hasil jerih payahku selama aku sekolah dan aku belajar kemandirian. Aku mencoba menyumbangkan prestasi-prestasi untuk sekolahku tercinta. Dari sanalah aku bisa mendapatkan beasiswa itu. Begitu juga SMA, aku takan bisa sekolah jika hanya mengandalkan orangtuaku. Aku mencoba siasati semuanya dengan jerih payahku. Ketika aku masih duduk di kelas dua SMA, aku ditawari oleh seorang guru untuk mengajari anaknya Al-Quran di rumahnya. Aku ambil tawaran itu, semata-mata karena Allah dan untuk membiayai sekolahku sendiri. Dengan aku melakukan semua itu akau bisa membeatu meringankan beban orangtuaku yang selama ini dipikulnya. Aku masih punya adik-adik yang harus aku biayai sekolahnya kelak. Tak mungkin mengandalkan orangtua. Saat inilah aku kerja keras untuk capai semua impian dan cita-citaku.
Saat penentuan masuk ke Perguruan Tinggi, aku sempat bingung memilih yang mana. Banyak sekali perguruan tinggi yang ada di indonesia, dari Negeri sampai ya g Swasta. Selain daftar ke perguruan tinggi, aku juga coba daftar beasiswa Bidikmisi untuk biaya kuliahku. Akhirnya aku lolos seleksi dari sekolahku dan aku didaftarkan beasiswa Bidikmisi tersebut. Semua persyaratan untuk daftar ke Perguruan Tinggi ataupun Bidikmisi aku urus semuanya dibantu oleh ka Heru, kakak kandungku sendiri.
Detik berganti menit, menit pun berganti dengan jam, hingga jam pun berganti dengan hari, bahkan hari tak mau kalah dan berganti dengan minggu, minggu pun berganti dengan bulan, dan bulan pun mengalami pergantian dari bulan satu ke bulan berikutnya. Sekian lama aku menunggu pengumuman perguruan tinggi yang diterima dan beasiswa terebut. Sambil menunggu pengumuman tersebut aku mengikuti suatu Bimbingan Pasca Ujian Nasional yang diselenggarakan untuk orang-orang yang tidak mampu. Aku mengikuti selama satu bulan, untuk persiapan menghadapi tes tulis, jika jalur undangan masuk ke perguruan tinggi tersebut tidak lolos.
Setelah sekian lama aku menunggu, akhirnya penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri di ummkan via online. Dan alhamdulillah aku lolos di jalur ini. Keesokan harinya akau dateng ke sekolah untuk menanyakan kabar beasiswa Bidikmisi tersebut. Yahh paling kalo aku ga dapet Bidikmisi aku ga akan ngambil kuliahnya sekalipun itu di negeri. Mau biaya dari mana kuliahnya. Orangtua sudah tidak sanggup membiayai studiku, mereka sudah berumur. Sudah seharusnya aku biaya sendiri. Berita yang tak pernah kuduga sebelumnya. Pada saat diumumkan di sekolah, ternyata aku salah satu daftar penerima beasiswa tersebut.
“ Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin, terimakasih ya Allah Engkau sudah menjawab doa hamba Mu ini “ Syukurku
Berita itu tak hanya cukup didengar, tetapi juga harus diurus kembali beasiswa tersebut. Aku harus mengumpulkan kembali syarat-syarat tersebut ke perguruan tinggi yang akan jadi tempat studiku. Agak ribet memang mengurusnya, harus bolak-balik ke Kantor Kelurahan, Kantor Kecamatan. Yahh begitulah ngurusinnya.
Untirta adalah tempat studiku dan Bidikmisi adalah beasiswaku. Aku akan berusaha menjadi yang terbaik dengan semua itu dengan karunia yang Allah berikan padaku. Tak cukup sampai disini, di Untirta pun penerima beasiswa Bidikmisi di saring kembali, karena peserta melebihi kuota yang telah ditentukan. Kembali menunggu kabar penerimaan.
Satu bulan kemudian pengumuman penerima Bidikmisi berlangsung. Dan aku sempet ga mau liyat hasilnya. Tapi aku coba dipaksain sempet deg-degan juga saat cari namaku, jangan-jangan gada di daftar penerima beasiswa. Dan akhirnya namaku aku temukan.
“Alhamdulillah.....” Tak henti-hentinya aku mengucapkan hal itu.
Bertemu dengan sahabat lama memang mengharukan, saat kutanya dia lanjut kemana, dia hanya mmeneteskan air mata.
“ Sahabatku, kamu kenapa ?”
“ Kamu keterima dimana Liya ?’ Tanya Sofia sambil meneteskan air mata
“ Aku keterima di kampus Negeri di Banten, sahabatku “
“ Sykurlah, kalo begitu. Terus kamu dapet beasiswa itu ?”
“ Alhamdulillah. Kamu dimana sekarang ?”
“ Aku kuliyah di Bandung sahabatku “
Pertemuan yang mengharukan dan mmenyedihkan, karena mesti berpisah kembali. Tapi aku masih bisa kontekan sama Sofia lewat handphone.
Saat studiku sudah mulai, aku masih harus menghadapi cobaan sang Illahi. Bapakku terkena penyakit Hernia (turun berok) yang menghambat kegiatan sehari-harinya. Mungkin, bekas dahulu tenaganya dikuras dan melakukan kegiatan tanpa henti jadi seperti itu. Aku bingung, aku harus bagaimana. Sementara uang beasiswa belum juga turun, otomatis aku maasih meminta uang sehari-hari dari orangtuua, dan bapak dalam keadaan seperti itu. Hasil sawah sudah tak bisa diandalkan, untuk sehari-hari pun masih kekurangan. Ketika bapakku masih sehat jasmani dan rohani tidak seperti ini. Jika buat sehari-hari masih bisa, tapi semenjak bapak mengalami seperti itu, sudah tidak bisa.
Hari-hari di kampus aku coba lewati dengan senyuman, aku coba untuk tegar, aku coba untuk sabar hadapi semuanya. Meskipun di rumah aku sempat menangis, tapi aku tidak membawanya ke kampus. Setiap waktu aku berdoa untukmu bapak, ibu. Agar kalian selalu menemani kami, dan kami akan memberikan kesuksesan untuk kalian.
“ Ya Allah, selama ini hanya dosa yang ku bebankan dibumi Mu, aku coba hadapi semuanya dengan senyuman, meski pahit sedang kurasakan. Namun, manis pastilah datang. Berilah kesembuhan pada bapakku, berilah kesehaatan selalu pada orangtuaku, pada keluargaku termasuk aku ya Allah. Jangan Engkau ambil mereka dahulu, sebelum aku membahagiakannya. Satu pintaku pada Mu, berilah aku kesempatan untuk memberikan kesuksesanku pada mereka dan izinkan aku untuk membahagiakan mereka. Jangan Kau ammbil mereka dari sampingku. Berikan hidayah Mu, berilah Rahmsat Mu, jadikan kami selalu berada dalam Ridho Mu “ Sebaris doa yang kupanjatkan setiap hari.
Aku harap, mereka masih setia menemaniku dan mereka merasakan kesuksesanku. Aku mengejar kesuksesanku untuk mereka. Akan aku berikan kesuksesanku untuk kalian wahai orangtuaku. Bersyukur aku dapatkan beasiswa ini, aku masih bisa kuliah.
Terbesit dalam pikiranku. Kenapa yang mendapatkan beasiswa Bidikmisi banyak dari kalangan menengah keatas. ? bukankah Bidikmisi itu untuk menengah kebawah?. Entahlah.
Kini, penyakit bapak semakin parah dan satu-satunya cara untuk menyembuhkannya adalah dengan opersai. Tapi, bapak tidak mau melakukan itu, selain ketidaksiapan pribadinya biaya juga tak bisa mencukupi untuk melakukan itu. Aku harap semoga Allah memberikan kesembuhan padanya ammiin.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar