Butir Kasihmu
karya : Adya Al Farghanie
Sebening tetesan
embun pagi
Secerah sinarnya
mentari
Bila ku tatap
wajahmu
Ada kehangatan
di dalam hatiiku
Air wudhu selalu
membasahimu
Ayat suci selalu
dikumandangkan
Suara lembut
penuh keluh dan kesah
Berdoa untuk
putera-puterimu
...............................................
Senandung Sakha
itu.... syair itu.... ya Allah.... Syair itu mampu menusuk ruang hatiku yang
paling dalam, hingga mampu mmenjatuhkan butiran air dari mataku.
“ Ibu, bapak,
maafkan anakmu ini, anakmu banyak salah, belum bisa balas semua jasamu, anakmu
belum bisa bahagikamu hingga saat ini “ Rintihku seraya meneteskkan air mata.
Astaghfirullahal
‘adziim.... aku menangis. Akhirnya aku
tersadar dari tangisanku.
“ Ya Allah
maaafkan hamba, hamba selalu mengeluh, tak seharusnya hamba lakukan ini. Tak
ada gunanya hamba mengeluh. Tindakanlah yang harusnya hamba lakukan demi
kebahagiaan mereka. Kuatkan hamba dalam menghadapi semuanya, berilah kesabaran
Mu dalam hadapi hari-hari hamba “ Harapku pada sang Kholiq
Bedug berbunyi
tebarkan alam sunyi, berkumandang suara adzan.
“ Alhamdulillah
ya Allah, akhirnya aku masih dipertemukan dengan waktu Isya” Syukurku.
Isya tlah tiba
dan aku meletakkan Al-Quran di atas meja belajarku. Maklum meja belajarnya
masih semrawut. Jadi, Al-Quran juga aku letakkan di meja belajar.
“ Inilah waktu
yang tepat untuk berdoa, karena disaat adzan dikumandangkan adalah waktu yang
tepat untuk memanjatkan doa “ Gumamku.
Adzan tlah
selesai dikumandangkan, dan para muslim sigap untuk menghadap Nya, mengabdikan
diri pada Nya, menyerahkan diri pada tuhan Nya, dan mengadukan semua yang
terjadi pada dirinya, termasuk aku. J
Auliya itulah
sapaan akrab teman-temanku, diambil dari sebuah nama pemberian kedua orangtuaku
yaitu Auliya Zahra. Aku bukan terlahir dari kalangan cendikia melainkan aku
terlahir dari pasangan seorang petani kampung yang kerjanya di sawah dan
sekalipun mengolah sawah masih terbatas dengan kemampuan. Yah wajar aja,
bapakku tidak mengenyam pendidikan seperti yang lainnya rasakan, SD pun bapak
tidak tamat. Sebenarnya ia juga ingin sekolah, tapi karena orangtuanya mengalami
sakit keras dan ia harus merawatnya serta menggantikan posisinya sebagai tulang
punggung keluarga, terpaksa ia harus putus sekolah dan merelakan pendidikannya.
Bapakku terlahir sebagai anak laki-laki satu-satunya dan anak bungsu pula,
sedangkan yang lainnya perempuan. Jadi, dialah yang menggantikan posisi
bapaknya. Dari situlah bapak tidak menginginkan anak-anaknya kelak putus
sekolah. Apapun yang bisa ia lakukan dan kerjakan maka ia akan lakukakan bahkan
tenaga, pikiran hingga nyawapun ia rela korbankan hanya demi menyekolahkan
anak-anaknya, Bagaimana tidak? Setiap hari ia pergi ke sawah dan ke hutan
sebelum mentari terbit dan menyapa alam jagad raya ini, dan pulang setelah
mentari terbenam menyembunyikan sosoknya nan indah. Banyak lika-liku yang harus
ia lalui untuk sampai ke tempat tujuan, ia harus melewati rintangan-rintangan
yang tak pernah terduga seperti binatang buas. Sinar mentari yang menyengat
tubuhnya hingga keringat bercucuran tak dipedulikan. Namun, ia jalani semua itu demi anak-anaknya.
Sungguh besar jasamu wahai orangtuaku.
Tak hanya
seorang diri bapakku ke sawah, tapi ibu pun ke sawah setelah selesai semua
kerjaan rumah. Panas dan hujan bukanlah halangan, ujian dan rintangan sudah
jadi makanan sehari-hari. Memang, tak indah jika hidup tak ada jalan yang
berlika-liku, tak ada susah dan senang. Hidup memang penuh dengan cobaan
sebagai ujian kesabaran, ujian ketegaran, ujian keteguhan iman, dan sebagai
tanda cinta dan sayang Allah kepada hamba Nya.
Waktu tlah
menunjukan enam pagi, aku harus segera go to school, dzahaba ilal madrosah.
Karena aku harus menempuh sekolahku dengan jalan kaki, aku harus nyadar diri,
bapak selalu berpesan pada anak-anaknya jadi orang itu harus gede rumasa (tau
diri), jangan gede pangberasa (suka iri). Itulah pesan bapak yang selalu aku
simpan dalam benakku sampai kapanpun. Karena itu adalah sebuah prinsip hidup
yang sangat ber makna bagiku. jarak yang harus aku tempuh yah lumayan, makanya
aku harus berankat pagi-pagi. Aku mengahampiri ibu yang masih di dapur
“ Bu, kula ayun
linggar sakola kerihin nggih bu“
“ Enggih nak,
ati-ati bae yah “
“ Enggih bu,
doakaken bae nggih bu “
“ Enggih
insyaallah, doa mah boten liren-liren, boten kelalen”
“ Hatur nuhun
bu, Assalamu’alaikum “ Pamitku sambil kucium tangan ibu
“
Wa’alaikumussalam “ Jawab ibu penuh kasih
Aku tlah
menghilang dari balik pintu rumahku, saatnya aku melanjutkan perjalanan.
Sungguh melelahkan sih, tapi aku tetep semangat. Aku harus bisa bahagiakan
kedua orangtuaku, akan kubawakan kesuksesan untuk kalian. SEMANGAT.....!!!! Tak
lama kamudian aku samapi juga di Sekolah.
Masa-masa kelas
tiga SMA adalah masa galau yang dialami hampir seluruh siswa SMA yang ada di
Indonesia. Dari Sabang sampai Maroke. Masa penentuan melanjutkan studi dimana
atau kerja. Entahlah aku harus kuliah (studi) apa kuliah (kuli payah alias
kerja). Rasanya aku tak mampu untuk kuliah, aku ga mungkin untuk lakukan itu,
dan aku juga ga mau jadi beban kedua orangtuaku. Misi aku sekolah adalah agar
menjadi pribadi yang mandiri bukan pribadi yang merepotkan kedua orangtuaku.
Aku harus kerja dulu, baru aku bisa kuliah dari usahaku sendiri.
“ Auliya ?” Sapa
sahabatku Sofia
“ Oh iyahh,, da
apa via “ Jawabku, yang terbangun dari lamunan
“ Kamu
ngelamunin apa Auliyaaa ?”
“ engga ko, aku
ga ngelamun “ Bantahku
“ Udah lah jujur
aja sama aku. Aku kan sahabatmu Liya “
“ Gada papa ko “
“ Cerita aja
kalo ada apa-apa sama aku, siapa tau aku bisa bantu “
“ Entahlah via,
aku juga bingung sama diri aku. Aku harus kerja apa kuliah. Kamu inget kan apa
yang ibu BP sampaikan tadi? “
“ iyah aku inget
ko.Kamu kuliah aja, prestasimu lumayan loh, sayang kalo kamu ga kuliah “
“ Aku harus
kuliah pake apa vy ? Kalo pake daun sih banyak deket rumah ga usah pusing kaya
gini. Lebih baik aku kerja dulu, baru tahun depannya aku kuliah “
“ Kenapa kerja
dulu ? Kuliah juga ada yang gratis ko, sekarang itu sudah ada beasiswa untuk
siswa yang tidak mampu ekonomi tetapi berprestasi dan ingin melanjutkan
kuliah “
“ Beasiswa apaan
sih viaaa ? masa iya kuliah gratis?. Mana ada “ cetusku
“ Ada ko Liya,
namanya beasiswa BIDIKMISI. Selain kamu gratis kuliah, kamu juga dapat uang
jajan sehari-hari namanya uang living cost. Ibu BP tadi belum nyampein info yah.
Hdhh... aku lupa “
“ Meskipun ada,
aku gakan pernah bisa dapetin itu. Ibu BP kan tadi baru nyampein jalur masuk ke
Perguruan Tinggi “
“ Kamu pasti
bisa ko. Kamu punya prestssi, kamu punya segenap kemampuan yang orang lain ga
punya. Kamu harus percaya sama kemampuan diri kamu sendiri Auliya sahabatku “
Aku kembali pada
lamunanku. Entahlah tiba-tiba air mata membanjiri pipiku. Aku tak sadar kenapa
aku nangis sampe segitunya. Aku membayangkkan betapa bahagianya aku dan
orangtuaku jika aku bisa mendapatkan semua itu dan aku bisa kuliah tanpa harus
membebani kedua orangtuaku yang sudah berumur. Tapi, sepertinya itu hanya
angan-angan kosong yang takan pernah ku genggam. Tiba-tiba sofia memelukku
seraya berkata
“ Sahabatku,
yakinlah Allah akan mmenolong hamba Nya yang lemah, akan memberikan bukti cinta
dan kasih Nya pada mereka yang bersabar. Kamulah salah satu orangnya.
Percayalah kamu pasti bisa kuliah ko, jika kamu punya keinginan yang kuat.
Ingat sahabatku, bayangkan rona orangtuamu jika kamu sukses kelak. Bukankah
mereka akan bahagia ? karena orang yang selama ini dididiknya telah menuai
kesuksesan. Ingat jasa orangtuamu sahabatku. Ingat pengorbanan mereka, mereka
sampai rela mengorbankan tenaga, pikiran bahkan nyawa sekalipun hanya demi
anak-anaknya tercinta. Kita tak bisa membalas segala jasanya dengan apapun,
kita hanya bisa memberikan kebahagiaan pada mereka, memberikan kesuksesan kita
pada mereka “ Nasehat bijak sahabatku
Aku hanya
terdiam kaku, aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya air mata yang bisa aku
teteskan.
“ Yakinlah,
Allah bersama orang-orang yang sabar “ tegasnya lagi
“ Makasih atas
semua nasehatmu sahabatku, entahlah apa yang akan terjadi jika tak ada kamu.
Mungkin aku hanya bisa berputus asa. Makasih atas bantuanmu selama ini “
“ Sama-sama sahabatku,
aku juga berterimakasih padamu. Selama ini kamu tlah membantu kegiatan
belajarku, kamu dah mau ngajarin aku. Yang bisa kita lakukan saat ini yaitu
berusaha dan berdoa “
“ Okeh, bangkit
SEMANGAT........!!!!”
“ Ehh..
udahhistirahat looh dari tadi “
“ Oh iyah, kamu
mau istirahat yah ?“
Sofia hanya
membalasnya dengan senyuman.
“ Kamu laper kan
?”
“ Kalo aku
jajan, kamu juga harus jajan ! Aku gamau jajan sendiri, sementara sahabatku
kelaperan, hayu ke Kantin bareng “
“ Tapi Vy..
aku..... “
Belum selesai
ngomong Sofia langsung manarik tanganku. Yasudahlah. Sesampainya di Kantin, aku
hanya dicibir sama komplotan alisan the Geng’a Susi.
“ Eh, cewe
miskin. Mau ngapain lohh d kiantin ?” Cibir Susi
“ Mau
minta-minta kali, kan tiap hari dia ga bawa duit ?” cetus salah satu anggota
geng Susi
“
Hahahahahahahaha.............. “ mereka menertawakan aku
“ Eh,,
kaliaan.....!!!” Sofia belum sempet lanjutin omongannya
“ Udahlahh
sahabatku, biarin aja. Emang omonngan mereka bener ko “ aku langsung tarik
Sofia
“ Tapi, Liya.........
hhhh”
Sofiia ga terima
dengan ulah mereka. Tapi aku biasa aja dengan mereka. Dah biasa sehari-hari
gitu mau diapain lagi. Yahh namanya juga mereka orang punya beda banget sama
aku. Bukan hanya mereka ko yang seperti itu tapi masih banyak lagi. Aku selalu
berdoa semoga mereka diberikan kesadaran, karena apapun yang kita miliki adalah
milik Allah. Kapanpun Allah akan mengambilnya, maka ia akan ambil termasuk
nyawa kita sekalipun. Sofia adalah sahabatku dari kelas satu SMA, dia memang
baik dan peduli sama aku. Kami pun menikmati gorengan yang tersedia di Kantin,
yahh biasalah anak sekolah. Setelah bel masuk berbunyi kami sigap ke kelas, dan
ternyata gurunya ga masuk dan ngasih tugas. Tugas pun diselesaikan sebagai
latihan menghadapi Ujian Nasional. Sepulang dari sekolah, aku tak seperti
mereka yang punya uang< mereka ikutan Les atau Kursus dan sejenisnya. Aku
langsung pulang ke rumah. Setibanya di rumah pun, aku gabisa seperti mereka
istirahat tidur siang, bersantai atau apa lah, aku tidak terbiasa. Hari-hariku
dibiasakan dengan kesibukan. Aku harus bantu orangtuaku. Banyak tugas rumah
yang harus diselesaikan. Jadi, aku gabisa berleha-leha. Seperti itulah
hari-hariku di sekolah dan di rumah.
Malam hari aku
cerita sama orangtuaku tentang kelanjutan studiku. Aku ceritakan beasiswa yang
bisa membantu perkuliahanku. Awalnya mereka tak percaya dengan beasiswa itu,
aku berikan pemahaman-pemahan dan akhirnya mereka menyetujuinya.
“ Lamun ayun
kuliah, bapak boten bangkit ngabiayai kuliahe. Maler wenten sing ayun d sakola
aken, bapak mah bangkite geh ngadoakaken, manawi mah olih beasiswane “
“ Enggih pa,
ammiin. Kula mah ngenda doa bapak sareng ibu, manawi kula dilancaraken
sedantene “
Terjadi
percakapan yang begitu membuatku bingung juga. Tapi, aku akan usaha sekeras
mungkin untuk dapetin itu. Semangat.....!!!!
Sejak SMP biaya
sekolahku dibantu dengan beasiswa. Beasiswa dari hasil jerih payahku selama aku
sekolah dan aku belajar kemandirian. Aku mencoba menyumbangkan
prestasi-prestasi untuk sekolahku tercinta. Dari sanalah aku bisa mendapatkan
beasiswa itu. Begitu juga SMA, aku takan bisa sekolah jika hanya mengandalkan
orangtuaku. Aku mencoba siasati semuanya dengan jerih payahku. Ketika aku masih
duduk di kelas dua SMA, aku ditawari oleh seorang guru untuk mengajari anaknya
Al-Quran di rumahnya. Aku ambil tawaran itu, semata-mata karena Allah dan untuk
membiayai sekolahku sendiri. Dengan aku melakukan semua itu akau bisa membeatu
meringankan beban orangtuaku yang selama ini dipikulnya. Aku masih punya
adik-adik yang harus aku biayai sekolahnya kelak. Tak mungkin mengandalkan
orangtua. Saat inilah aku kerja keras untuk capai semua impian dan cita-citaku.
Saat penentuan
masuk ke Perguruan Tinggi, aku sempat bingung memilih yang mana. Banyak sekali
perguruan tinggi yang ada di indonesia, dari Negeri
sampai ya g Swasta. Selain daftar ke perguruan tinggi, aku juga coba daftar
beasiswa Bidikmisi untuk biaya kuliahku. Akhirnya aku lolos seleksi dari
sekolahku dan aku didaftarkan beasiswa Bidikmisi tersebut. Semua persyaratan
untuk daftar ke Perguruan Tinggi ataupun Bidikmisi aku urus semuanya dibantu
oleh ka Heru, kakak kandungku sendiri.
Detik berganti
menit, menit pun berganti dengan jam, hingga jam pun berganti dengan hari,
bahkan hari tak mau kalah dan berganti dengan minggu, minggu pun berganti
dengan bulan, dan bulan pun mengalami pergantian dari bulan satu ke bulan
berikutnya. Sekian lama aku menunggu pengumuman perguruan tinggi yang diterima
dan beasiswa terebut. Sambil menunggu pengumuman tersebut aku mengikuti suatu
Bimbingan Pasca Ujian Nasional yang diselenggarakan untuk orang-orang yang
tidak mampu. Aku mengikuti selama satu bulan, untuk persiapan menghadapi tes
tulis, jika jalur undangan masuk ke perguruan tinggi tersebut tidak lolos.
Setelah sekian
lama aku menunggu, akhirnya penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi
negeri di ummkan via online. Dan alhamdulillah aku lolos di jalur ini. Keesokan
harinya akau dateng ke sekolah untuk menanyakan kabar beasiswa Bidikmisi
tersebut. Yahh paling kalo aku ga dapet Bidikmisi aku ga akan ngambil kuliahnya
sekalipun itu di negeri. Mau biaya dari mana kuliahnya. Orangtua sudah tidak
sanggup membiayai studiku, mereka sudah berumur. Sudah seharusnya aku biaya
sendiri. Berita yang tak pernah kuduga sebelumnya. Pada saat diumumkan di
sekolah, ternyata aku salah satu daftar penerima beasiswa tersebut.
“ Alhamdulillahi
Robbil ‘aalamiin, terimakasih ya Allah Engkau sudah menjawab doa hamba Mu ini “
Syukurku
Berita itu tak
hanya cukup didengar, tetapi juga harus diurus kembali beasiswa tersebut. Aku
harus mengumpulkan kembali syarat-syarat tersebut ke perguruan tinggi yang akan
jadi tempat studiku. Agak ribet memang mengurusnya, harus bolak-balik ke Kantor
Kelurahan, Kantor Kecamatan. Yahh begitulah ngurusinnya.
Untirta adalah
tempat studiku dan Bidikmisi adalah beasiswaku. Aku akan berusaha menjadi yang
terbaik dengan semua itu dengan karunia yang Allah berikan padaku. Tak cukup
sampai disini, di Untirta pun penerima beasiswa Bidikmisi di saring kembali,
karena peserta melebihi kuota yang telah ditentukan. Kembali menunggu kabar
penerimaan.
Satu bulan
kemudian pengumuman penerima Bidikmisi berlangsung. Dan aku sempet ga mau liyat
hasilnya. Tapi aku coba dipaksain sempet deg-degan juga saat cari namaku,
jangan-jangan gada di daftar penerima beasiswa. Dan akhirnya namaku aku
temukan.
“Alhamdulillah.....”
Tak henti-hentinya aku mengucapkan hal itu.
Bertemu dengan
sahabat lama memang mengharukan, saat kutanya dia lanjut kemana, dia hanya
mmeneteskan air mata.
“ Sahabatku,
kamu kenapa ?”
“ Kamu keterima
dimana Liya ?’ Tanya Sofia sambil meneteskan air mata
“ Aku keterima
di kampus Negeri di Banten, sahabatku “
“ Sykurlah, kalo
begitu. Terus kamu dapet beasiswa itu ?”
“ Alhamdulillah.
Kamu dimana sekarang ?”
“ Aku kuliyah di
Bandung sahabatku “
Pertemuan yang
mengharukan dan mmenyedihkan, karena mesti berpisah kembali. Tapi aku masih
bisa kontekan sama Sofia lewat handphone.
Saat studiku
sudah mulai, aku masih harus menghadapi cobaan sang Illahi. Bapakku terkena
penyakit Hernia (turun berok) yang menghambat kegiatan sehari-harinya. Mungkin,
bekas dahulu tenaganya dikuras dan melakukan kegiatan tanpa henti jadi seperti
itu. Aku bingung, aku harus bagaimana. Sementara uang beasiswa belum juga
turun, otomatis aku maasih meminta uang sehari-hari dari orangtuua, dan bapak
dalam keadaan seperti itu. Hasil sawah sudah tak bisa diandalkan, untuk
sehari-hari pun masih kekurangan. Ketika bapakku masih sehat jasmani dan rohani
tidak seperti ini. Jika buat sehari-hari masih bisa, tapi semenjak bapak
mengalami seperti itu, sudah tidak bisa.
Hari-hari di
kampus aku coba lewati dengan senyuman, aku coba untuk tegar, aku coba untuk
sabar hadapi semuanya. Meskipun di rumah aku sempat menangis, tapi aku tidak
membawanya ke kampus. Setiap waktu aku berdoa untukmu bapak, ibu. Agar kalian
selalu menemani kami, dan kami akan memberikan kesuksesan untuk kalian.
“ Ya Allah,
selama ini hanya dosa yang ku bebankan dibumi Mu, aku coba hadapi semuanya
dengan senyuman, meski pahit sedang kurasakan. Namun, manis pastilah datang.
Berilah kesembuhan pada bapakku, berilah kesehaatan selalu pada orangtuaku,
pada keluargaku termasuk aku ya Allah. Jangan Engkau ambil mereka dahulu,
sebelum aku membahagiakannya. Satu pintaku pada Mu, berilah aku kesempatan
untuk memberikan kesuksesanku pada mereka dan izinkan aku untuk membahagiakan
mereka. Jangan Kau ammbil mereka dari sampingku. Berikan hidayah Mu, berilah
Rahmsat Mu, jadikan kami selalu berada dalam Ridho Mu “ Sebaris doa yang
kupanjatkan setiap hari.
Aku harap,
mereka masih setia menemaniku dan mereka merasakan kesuksesanku. Aku mengejar
kesuksesanku untuk mereka. Akan aku berikan kesuksesanku untuk kalian wahai
orangtuaku. Bersyukur aku dapatkan beasiswa ini, aku masih bisa kuliah.
Terbesit dalam
pikiranku. Kenapa yang mendapatkan beasiswa Bidikmisi banyak dari kalangan
menengah keatas. ? bukankah
Bidikmisi itu untuk menengah kebawah?. Entahlah.
Kini,
penyakit bapak semakin parah dan satu-satunya cara untuk menyembuhkannya adalah
dengan opersai. Tapi, bapak tidak mau melakukan itu, selain ketidaksiapan
pribadinya biaya juga tak bisa mencukupi untuk melakukan itu. Aku harap semoga
Allah memberikan kesembuhan padanya ammiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar