
.Ronggo
Warsito
Pria kelahiran Surakarta Jawa Tengah, 15 Maret
1802 dan meninggal di Surakarta, Jawa Tengah pada 24 Desember 1873 yang
biasa disebut dengan Ronggowarsito mempunyai nama kecil Bagus Burhan dan nama asli Raden Ngabehi Rangga Warsita putera
dari Mas Pajangswara. Ronggowarsito adalah pujangga besar budaya Jawa yang hidup di Kasunanan
Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa.
Ranggawarsita
meninggal dunia secara misterius tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut
justru terdapat dalam karya terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia
tulis sendiri. Hal ini menimbulkan dugaan kalau Ranggawarsita meninggal karena
dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan hari kematiannya.
Penulis yang berpendapat demikian adalah Suripan Sadi Hutomo (1979) dan Andjar Any (1979). Pendapat
tersebut mendapat bantahan dari pihak elit keraton Kasunanan Surakarta yang
berpendapat kalau Ranggawarsita adalah peramal ulung sehingga tidak aneh kalau
ia dapat meramal hari kematiannya sendiri. Ranggawarsita dimakamkan di Desa Palar,
Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Makamnya
pernah dikunjungi dua presiden Indonesia,
yaitu Soekarno dan Gus Dur pada masa mereka
menjabat.
v
Kehidupan Ronggowarsito
Sebagai putra
bangsawan Burham mempunyai seorang emban bernama Ki Tanujoyo sebagai
guru mistiknya. Di masa kematangannya sebagai pujangga, Ronggowarsito dengan
gamblang dan wijang mampu menuangkan suara jaman dalam serat-serat yang
ditulisnya. Ronggowarsito memulai karirnya sebagai sastrawan dengan menulis Serat
Jayengbaya ketika masih menjadi mantri carik di Kadipaten Anom
dengan sebutan M. Ng. Sorotoko. Dalam serat ini dia berhasil
menampilkan tokoh seorang pengangguran bernama Jayengboyo yang konyol
dan lincah bermain-main dengan khayalannya tentang pekerjaan. Sebagai seorang
intelektual, Ronggowarsito menulis banyak hal tentang sisi kehidupan.
Pemikirannya tentang dunia tasawuf tertuang diantaranya dalam Serat Wirid
Hidayatjati, pengamatan sosialnya termuat dalam Serat Kalatidha,
dan kelebihan beliau dalam dunia ramalan terdapat dalam Serat Jaka
Lodhang, bahkan pada Serat Sabda Jati terdapat
sebuah ramalan tentang saat kematiannya sendiri.
Pertama
mengabdi pada keraton Surakarta Hadiningrat dengan pangkat Jajar. Pangkat ini
meembuatnya menyandang nama Mas Panjangswara., adalah putra sulung Raden
Mas Tumenggung Sastranegara, pujangga kraton Surakarta.. Semasa kecil beliau
diasuh oleh abdi yang amat kasih bernama Ki Tanudjaja. Hubungan dan pergaulan
keduanya membuat Ranggawaraita memiliki jiwa cinta kasih dengan orang-orang
kecil (wong cilik). Ki Tanudjaja mempengaruhi kepribadian Ranggawarsita dalam
penghargaannya kepada wong cilik dan berkemampuan terbatas. Karena pergaulan
itu, maka dikemudian hari, watak Bagus Burham berkembang menjadi semakin
bijaksana.
Menjelang
dewasa (1813 Masehi), ia pergi berguru kepada Kyai Imam Besari dipondok Gebang
Tinatar. Tanggung jawab selama berguru itu sepenuhnya diserahkan pada Ki
Tanudjaja. Ternyata telah lebih dua bulan, tidak maju-rnaju, dan ia sangat
ketinggalan dengan teman seangkatannya. Disamping itu, Bagus Burham di Panaraga
mempunyai tabiat buruk yang berupa kesukaan berjudi. Dalam tempo kurang satu
tahun bekal 500 reyal habis bahkan 2 (dua) kudanyapun telah dijual. Sedangkan
kemajuannya dalam belajar belum nampak., Kyai Imam Besari menyalahkan Ki
Tanudjaja sebagai pamong yang selalu menuruti kehendak Bagus Burham yang kurang
baik itu. Akhirnya Bagus Burham dan Ki Tanudjaja dengan diam-diam menghilang
dari Pondok Gebang Tinatar menuju ke Mara. Disini mereka tinggal di rumah Ki
ngasan Ngali saudara sepupu Ki Tanudjaja. Menurut rencana, dari Mara mereka
akan menuju ke Kediri, untuk menghadap Bupati Kediri Pangeran Adipati
cakraningrat. Namun atas petunjuk Ki Ngasan Nga1i, mereka berdua tidak perlu ke
Kediri, melainkan cukup menunggu kehadiran Sang Adipati Cakraningrat di Madiun
saja, karena sang Adi pati akan mampir di Madiun dalam rangka menghadap ke
Kraton Surakarta.
Selama
menunggu kehadiran Adipati Cakraningrat itu, Bagus Burham dan Ki Tanudjaja
berjualan 'klitikan' (barang bekas yang bermacam-macam yang mungkin masih bisa
digunakan). Di pasar inilah Bagus Burham berjumpa dengan Raden kanjeng Gombak,
putri Adipati Cakraningrat, yang kelak menjadi isterinya.
Kemudian
Burham dan Ki Tanudjaja meninggalkan Madiun. Kyai Imam Besari melaporkan
peristiwa kepergian Bagus Burham dan Ki Tanudjaja kepada ayahanda serta
neneknya di Solo/Surakarta. Raden Tumenggung Sastranegara memahami perihal itu,
dan meminta kepada Kyai Imam Besari untuk ikut serta mencarinya. Selanjutnya Ki
Jasana dan Ki Kramaleya diperintahkan mencarinya. Kedua utusan itu akhirnya
berhasil menemukan Burham dan Ki Tanudjaja, lalu diajaknyalah mereka kembali ke
Pondok Gebang Tinatar, untuk melanjutkan berguru kepada Kyai Imam Besari.
Ketika kembali
ke Pondok, kenakalan Bagus Burham tidak mereda. Karena kejengkelannya, maka
Kyai Imam Besari memarahi Bagus Burham. Akhirnya Bagus Burham menyesali
perbuatannya dan sungguh-sungguh menyesal atas tindakannya yang kurang baik
itu. Melalui proses kesadaran dan penghayatan terhadap kenyataan hidupnya itu,
Bagus Burham menyadari perbuatannya dan menyesalkan hal itu. Dengan kesadarannya,
ia lalu berusaha keras untuk menebus ketinggalannya dan berjanji tidak
mengulangi kesalahannya, ia juga berusaha untuk memperhatikan keadaan
sekitarnya, yang pada akhirnya justru mendorongnya untuk mengejar ketinggalan
dalam belajar. Dengan demikian muncul kesadaran baru untuk berbuat baik dan
luhur, sesuai dengan kemampuannya.
Dibalik kenakalannya,
Ronggowarsitomempunyaikecerdasan yang luar biasa. Sehingga setelah tamat
belajar Bagus Burham dipanggil oleh Sri Paduka PB.IV dan dianugerahi restu,
yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :
Pertama : Pendidikan dan pembentukan kepribadian
untuk mengatasi pubersitas. Hal ini dibuktikan dengan pendidikan Kyai Imam
Besari, yang didasari oleh cinta kasih dan mengakibatkan Bagus Burham memiliki
jiwa halus, teguh dan berkemauan keras. Pendidikan dan pembentukan kepribadian
untuk mengatasi pubersitas. Hal ini dibuktikan dengan pendidikan Kyai Imam
Besari, yang didasari oleh cinta kasih dan mengakibatkan Bagus Burham memiliki
jiwa halus, teguh dan berkemauan keras. Pendidikan dan pembentukan kepribadian
untuk mengatasi pubersitas. Hal ini dibuktikan dengan pendidikan Kyai Imam
Besari, yang didasari oleh cinta kasih dan mengakibatkan Bagus Burham memiliki
jiwa halus, teguh dan berkemauan keras.
Kedua : Pembentukan jiwa seni oleh neneknya
sendiri, Raden Tumenggung Sastranagara, seorang pujangga berpengetahuan luas.
Dalam hal pendidikan, RT. Sastranagara amat terkenal dengan gubahannya Sasana
Sunu dan Dasanama Jarwa. Dari neneknya, Bagus Burham mendapatkan
dasar-dasar tentang sastra Jawa. Pembentukan jiwa seni oleh neneknya sendiri,
Raden Tumenggung Sastranagara, seorang pujangga berpengetahuan luas. Dalam hal
pendidikan, RT. Sastranagara amat terkenal dengan gubahannya Sasana Sunu
dan Dasanama Jarwa. Dari neneknya, Bagus Burham mendapatkan dasar-dasar
tentang sastra Jawa.
Ketiga : Pembentukan rasa harga diri,
kepercayaan diri dan keteguhan iman diperoleh dari Gusti Pangeran Harya
Buminata. Dari pangeran ini, diperoleh pula ilmu Jaya-kawijayan, kesaktian dan
kanuragan. Proses inilah proses pendewasaan diri, agar siap dalam terjun
kemasyarakat. dan siap menghadapai segala macam percobaan dan dinamika
kehidupan.Bagus Burham secara kontinyu mendapat pendidikan lahir batin yang
sesuai dengan perkembangan sifat-sifat kodratiahnya, bahkan ditambah dengan
pengalamannya terjun mengembara ketempat-tempat yang dapat menggernbleng
pribadinya. Seperti pengalaman ke Ngadiluwih, Ragajambi dan tanah Bali.
Disamping gemblengan orang-orang tersebut diatas, terdapat pula bangsawan
keraton yang juga memberi dorongan kuat untuk meningkatkan kemampuannya,
sehingga karier dan martabatnya semakin meningkat. Tanggal 28 Oktober 1818, ia
diangkat menjadi pegawai keraton dengan jabatan Carik Kaliwon di Kadipaten
Anom, dengan gelar Rangga Pujangga Anom, atau lazimnya disebut dengan Rangga
Panjanganom.
v
Ronggowarsito dan zaman edan
Zaman
edan diperkenalkan oleh Ronggowarsito dalam 12 bait syairnya. Satu diantara 12
bait tersebut yaitu
amenangi zaman édan,
éwuhaya ing pambudi,
mélu ngédan nora tahan,
yén tan mélu anglakoni,
boya keduman mélik,
kaliren wekasanipun,
ndilalah kersa Allah,
begja-begjaning kang lali,
luwih begja kang éling klawan
waspada.
Yang artinya yaitu
menyaksikan zaman gila,
serba susah dalam bertindak,
ikut gila tidak akan tahan,
tapi kalau tidak mengikuti (gila),
tidak akan mendapat bagian,
kelaparan pada akhirnya,
namun telah menjadi kehendak Allah,
sebahagia-bahagianya orang yang
lalai,
akan lebih bahagia orang yang tetap
ingat dan waspada.
Maksud
dari syair tersebut yang dianalisis seorang penulis bernama Ki Sumidi
Adisasmito adalah ungkapan kekesalan hati pada masa pemerintahan Pakubuwono IX yang dikelilingi para penjilat yang gemar
mencari keuntungan pribadi. Syair tersebut masih relevan hingga zaman modern
ini di mana banyak dijumpai para pejabat yang suka mencari keutungan pribadi
tanpa memedulikan kerugian pihak lain.
v Ronggowarito
dan ramalan kemerdekan Indonesia
Diceritakan,bahwa Ronggowarsito hidup pada
zaman penjajahan yang penuh dengan kekajaman. Sehingga Ronggowarsito sendiri
merasakan kekajaman para penjajah dan akhirnya ia meramalkan kemerdekaan
tersebut yaitu kelak pada tahun Wiku
Sapta Ngesthi Janma. Kalimat tersebut merupakan kalimat Suryasengkala,
jika ditafsirkan akan diperoleh angka
7-7-8-1. Pembacaan Suryasengkala
adalah dibalik dari belakang ke depan, yaitu 1877
Saka, yang bertepatan dengan 1945 Masehi, yaitu tahun kemerdekan Republik Indonesia.
v Presiden
RI ke 7 menurut ramalan Jayabaya, Ronggowarsito dan Astrolog
Gubernur
DKI tersebut dideklarasikan sebagai calon presiden oleh PDI Perjuangan, banyak
orang memprediksi Jokowi tinggal menunggu pelantikan. Sayangnya, jika
Jokowi benar-benar terpilih menjadi Presiden ke-7 dia tidak akan menyelesaikan
masa kepemimpinannya hingga lima tahun.
Menurut ramalan Jayabaya (1135-1157), Indonesia hanya
akan mencapai kemakmuran jika dipimpin oleh presiden yang mempunyai nama sesuai
dengan urutan “Notonogoro” yang dipisahlan menjadi No-To-No-Go-Ro.
Diawali oleh “No”, yaitu Soekarno, dan dilanjutkan oleh
“To” yang diwakili oleh Soeharto. Namun setelah Soeharto, belum ada lagi nama
Presiden RI yang masuk dalam ramalan ini, mulai dari BJ Habibie, Megawati
Soekarnoputri, hingga Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Baru setelah itu ada lagi
nama “No” yang kedua, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono.
Nama
Habibie, Megawati, dan Gus Dur tidak masuk dalam istilah Notonogoro. Karena itu
ketiganya tidak ada yang memimpin hingga lengkap lima tahun. Dengan mengacu
pada uraian “Notonogoro” ini, maka jika Jokowi terpilih sebagai Presiden RI
pada Pilpres 2014 ini, dia diprediksi tidak akan menyelesaikan masa 5 tahun
kepemimpinannya.
Ramalan Satrio Piningit Ronggowarsito
Nama-nama yang diramalkan Ronggowarsito yang
menjadi satrio piningit yaitu : trio Lelono Topo Ngrame, Satrio Hamong Tuwuh,
Satrio Boyong Pambukaning Gapuro, Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu. Berkenaan
dengan itu, banyak kalangan yang kemudian mencoba menafsirkan ke-tujuh Satrio
Piningit itu adalah sebagai berikut :
- SATRIO KINUNJORO MURWO KUNCORO.Tokoh pemimpin yang akrab dengan penjara (Kinunjoro), yang akan membebaskan bangsa ini dari belenggu keterpenjaraan dan akan kemudian menjadi tokoh pemimpin yang sangat tersohor diseluruh jagad (Murwo Kuncoro). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagaiSoekarno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia yang juga Pemimpin Besar Revolusi dan pemimpin Rezim Orde Lama. Berkuasa tahun 1945-1967.
- SATRIO MUKTI WIBOWO KESANDUNG KESAMPAR.Tokoh pemimpin yang berharta dunia (Mukti) juga berwibawa/ditakuti (Wibowo), namun akan mengalami suatu keadaan selalu dipersalahkan, serba buruk dan juga selalu dikaitkan dengan segala keburukan / kesalahan (Kesandung Kesampar). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Soeharto, Presiden Kedua Republik Indonesia dan pemimpin Rezim Orde Baru yang ditakuti. Berkuasa tahun 1967-1998.
- SATRIO JINUMPUT SUMELA ATUR.Tokoh pemimpin yang diangkat/terpungut (Jinumput) akan tetapi hanya dalam masa jeda atau transisi atau sekedar menyelingi saja (Sumela Atur). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai BJ Habibie, Presiden Ketiga Republik Indonesia. Berkuasa tahun 1998-1999.
- SATRIO LELONO TAPA NGRAME.Tokoh pemimpin yang suka mengembara / keliling dunia (Lelono) akan tetapi dia juga seseorang yang mempunyai tingkat kejiwaan Religius yang cukup / Rohaniawan (Tapa Ngrame). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Keempat Republik Indonesia. Berkuasa tahun 1999-2000.
- SATRIO PININGIT HAMONG TUWUH.Tokoh pemimpin yang muncul membawa kharisma keturunan dari moyangnya (Hamong Tuwuh). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Megawati Soekarnoputri, Presiden Kelima Republik Indonesia. Berkuasa tahun 2000-2004.
- SATRIO BOYONG PAMBUKANING GAPURO.Tokoh pemimpin yang berpindah tempat (Boyong) dan akan menjadi peletak dasar sebagai pembuka gerbang menuju tercapainya zaman keemasan (Pambukaning Gapuro). Banyak pihak yang menyakini tafsir dari tokoh yang dimaksud ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Ia akan selamat memimpin bangsa ini dengan baik manakala mau dan mampumensinergikan dengan kekuatan Sang Satria Piningit atau setidaknya dengan seorang spiritualis sejati satria piningit yang hanya memikirkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga gerbang mercusuar dunia akan mulai terkuak. Mengandalkan para birokrat dan teknokrat saja tak akan mampu menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Ancaman bencana alam, disintegrasi bangsa dan anarkhisme seiring prahara yang terus terjadi akan memandulkan kebijakan yang diambil.
- SATRIO PINANDITO SINISIHAN WAHYU.Tokoh pemimpin yang amat sangat Religius sampai-sampai digambarkan bagaikan seorang Resi Begawan (Pinandito) dan akan senantiasa bertindak atas dasar hukum / petunjuk Allah SWT (Sinisihan Wahyu). Dengan selalu bersandar hanya kepada Allah SWT, Insya Allah, bangsa ini akan mencapai zaman keemasan yang sejati.
Selain masing-masing satrio
itu menjadi ciri-ciri dari masing-masing pemimpin NKRI pada setiap masanya,
ternyata tujuh satrio piningit itu melambangkan tujuh sifat yang menyatu di
dalam diri seorang pandhita yang telah kita tahu adalah Putra Betara Indra yang
juga Budak Angon seperti telah diungkap di atas. Berikut ini adalah sifat-sifat
“Satrio Piningit” sejati hasil bedah hakekat bapak Budi Marhaen terhadap apa
yang telah ditulis oleh R.Ng. Ronggowarsito :
- Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoromelambangkan orang yang sepanjang hidupnya terpenjara namun namanya harum mewangi. Sifat ini hanya dimiliki oleh orang yang telah menguasai Artadaya (ma’rifat sebenar-benar ma’rifat). Diberikan anugerah kewaskitaan atau kesaktian oleh Allah SWT, namun tidak pernah menampakkan kesaktiannya itu. Jadi sifat ini melambangkan orang berilmu yang amat sangat tawadhu’.
- Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesamparmelambangkan orang yang kaya akan ilmu dan berwibawa, namun hidupnya kesandung kesampar, artinya penderitaan dan pengorbanan telah menjadi teman hidupnya yang setia. Tidak terkecuali fitnah dan caci maki selalu menyertainya. Semua itu dihadapinya dengan penuh kesabaran, ikhlas dan tawakal.
- Satrio Jinumput Sumelo Aturmelambangkan orang yang terpilih oleh Allah SWT guna melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjalankan missi-Nya. Hal ini dibuktikan dengan pemberian anugerah-Nya berupa ilmu laduni kepada orang tersebut.
- Satrio Lelono Topo Ngramemelambangkan orang yang sepanjang hidupnya melakukan perjalanan spiritual dengan melakukan tasawuf hidup (tapaning ngaurip). Bersikap zuhud dan selalu membantu (tetulung) kepada orang-orang yang dirundung kesulitan dan kesusahan dalam hidupnya.
- Satrio Hamong Tuwuhmelambangkan orang yang memiliki dan membawa kharisma leluhur suci serta memiliki tuah karena itu selalu mendapatkan pengayoman dan petunjuk dari Allah SWT. Dalam budaya Jawa orang tersebut biasanya ditandai dengan wasilah memegang pusaka tertentu sebagai perlambangnya.
- Satrio Boyong Pambukaning Gapuromelambangkan orang yang melakukan hijrah dari suatu tempat ke tempat lain yang diberkahi Allah SWT atas petunjuk-Nya. Hakekat hijrah ini adalah sebagai perlambang diri menuju pada kesempurnaan hidup (kasampurnaning ngaurip). Dalam kaitan ini maka tempat yang ditunjuk itu adalah Lebak Cawéné = Gunung Perahu = Semarang Tembayat.
- Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyumelambangkan orang yang memiliki enam sifat di atas. Sehingga orang tersebut digambarkan sebagai seorang pinandhita atau alim yang selalu mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Maka hakekat Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu adalah utusan Allah SWT atau bisa dikatakan seorang Aulia (waliyullah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar