Relevansi
Esensialisme Dalam Pendidikan Masa Kini (Pendidikan Modern)
Esensialime adalah aliran
filsafat yang berkembang sekitar abad 11. 12. 13, dan ke 14 Masehi, terutama
berkembang pada zaman Renaissance.
Zaman ini pangkal
timbulnya pandangan-pandangan esensialistis awal dan berkembang dengan megahnya
usaha-usaha untuk menghidupkan
kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama di zaman
Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance
merupakan reaksi terhadap tradisi dan sebagai puncak timbulnya individualisme
dalam aspek berpikir dan bertindak dalam semua ranah aktivitas manusia. Esensialisme
menginginkan pendidikan kembali pada kebudayaan lama. Pendidikan haruslah
bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Munculnya
Esensialisme dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme yaitu
dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas,
dimana terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan
doktrin tertentu. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi
terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah
konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang
memenuhi tuntutan zaman. Esensialisme
modern pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme
dan sinisme dari gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang
tertanam dalam warisan budaya/ sosial. Bagi aliran ini “Education as Cultural
Conservation”, Pendidikan Sebagai Pemelihara Kebudayaan. Karena itu
esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama sehinga memberikan kestabilan dan arah yang
jelas.
Esensialisme
ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas
dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah,
mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Maka
Esensialisme percaya bahwa pendidikan itu harus didasarkan kepada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia dan pendidikan
haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilanyang telah
teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan
terseleksi. Selama ada kebudayaan dalam kehidupan
manusia, filsafat merupakan suatu bagian dari kebudayaan itu. Kebudayaan
manusia tidak hanya satu, melainkan banyak dan saling berdampingan serta
berturut-turut[1].
Maka dari itu, Esensialisme menekankan bahwa pendidikan kembali pada kebudayaan
lama, karena kebudayaan lama tidak hanya menuliskan buah pikiran tetapi juga
berupa tanya jawab secara lisan[2].
Corak
Esensialisme dibentuk dari aliran filsafat Idealisme dan Realisme. Salah satu
peran Realisme modern yaitu menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik
berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme
modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi
gagasan-gagasan (ide-ide). Dengan menguji menyelidiki ide-ide serta
gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaran, yang sumbernya
adalah Tuhan sendiri.
John Deonal Butler mengutarakan
secara singkat ciri dari realisme dan idealisme yaitu : Alam
adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri dan harus
dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada
dunia fisik dan disanalah terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan
persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental.
Ciri-ciri
filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley adalah
sebagai berikut :
1. minat-minat yang kuat dan tahan lama
sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian
bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2.
pengawasan
pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita
yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
3.
Oleh
karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka
menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut.
4.
esensialisme
menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
Pola
dasar aliran Esensialisme menurut para tokoh yaitu Desidarius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir
abad ke 15 dan permulaan abad ke 16 adalah tokoh pertama yang menolak pandangan
hidup yanag berbijak pada “dunia lain”. Ia berusaha agar kurikulum di sekolah
bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga dapat diikuti oleh
kaum tengahan dan aristokrat, Johann
Amos Comeniuc (1592-1670) adalah tokoh Reinaissance pertama yang berusaha
mensistematiskan proses pengajaran, pandangannya ialah realis yang dogmatis,
dan karena dunia ini dinamis dan bertujuan, maka tugas kewajiban pendidikaan
adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, Johann Frederich Frobel (1782-1852), seorang tokoh transendental
dengan corak pandangannya bersifat kosmissintetis dan manusia adalah makhluk
ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, dalam ranah pendidikan ia
memandang anak sebagai makhluk berekspresi kreatif, dan tugas pendidikan adalah
memimpin peserta didik kearah kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai fitrah
kejadiannya, William T. Harris (1835-1909)
pengikut Hegel, berusaha menerapkan Idealisme Obyektif pada pendidikan umum.
Menurut dia bahwa tugas pendidikan adalah mengizinkan terbukanya realita
berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual. Keberhasilan
sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun
temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri setiap orang kepada masyarakat,
dll. Pandangan Esensialisme terhadap pendidikan bersifat umum, simplikatif dan
selektif. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh tokoh William T.
Harris.
Selain
berpandangan pada lini pendidikan, esensialisme juga berpandangan terhadap
nilai bahwa seperti halnya pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari
sumber-sumber obyektif, sedangkan sifat-sifat nilai tergantung dari pandangan
yang timbul dari realisme dan idealisme. Dalam pandangan realita, berpandangan sifat
yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsepsi bahwa dunia ini
dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan
tiada cela pula, ini berarti bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita
manusia haruslah disesuaikan dengan tata tersebut. Hal ini diperkuat dengan
Realisme obyektif dan Idealisme obyektifnya.
Dalam
kajiannya mengenai pengetahuan Esensialisme berpandangan bahwa pada kacamata realisme masalah pengetahuan
ini, manusia adalah sasaran pandangan sebagai makhluk yang padanya berlaku
hukum yang mekanistis evolusionistis. Sedangkan menurut idealisme, pandangan
mengenai pengetahuan bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk
yang adanya merupakan refleksi dari Tuhan dan yang timbul dari hubungan antara
makrokosmos dan mikrokosmos.
Selain
hal demikian, karena pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan aspek belajar dan
kurikulum. Maka, Esensialisme memiliki pandangan terhadap belajar yaitu menurut
pandangan Immanuel Kant (1724-1804) dijelaskan bahwa segala pengetahuan yang
dicapai oleh manusia lewat indera memerlukan unsur a priori, yang tidak
didahului oleh pengalaman lebih dahulu, Seorang filosuf dan ahli
sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang hakikat sosial dari
hidup mental, bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, yang berarti bahwa
manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh
alam. Berarti bahwa pendidikan itu adalah sosial. Sedangkan dalam aspek kurikulum Herman Harrell Horne menulis
dalam bukunya yang berjudul This New Education mengatakan bahwa
hendaknya kurikulum itu bersendikan atas fundamental tunggal, yaitu watak manusia
yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal, Bogoslousky, dalam bukunya The
Ideal School, mengutarakan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya
pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum diumpamakan
sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian : Universum, Sivilisasi,
Kebudayaan, dan Kepribadian.
Jadi,
tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia didunia dan
akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal
yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme
merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran
kenyataan, kebenaran dan kegunaan
Sifat yang
menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini
dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula.
Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita
manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran
esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi
pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu
menggerakkan kehendak manusia.
Teori
kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti
epistemologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu menyadari realita scbagai
mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau
kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya.
Tujuan pendidikan adalah aktivitas menyampaikan warisan
budaya melalui suatu inti pengetahuan yang saling terhimpun, dan telah bertahan
sepanjang waktu. Pengetahuin ini diiringi oleh keterampilan-keterampilan,
sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat sehingga terbentuk esensial pendidikan.
Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, dan
pengembangan intelektual atau kecerdasan. Dalam pendidikakn tidak terlepas dari
unsur-unsur yang membentuk sistem pendidikan itu seperti metode pendidikan,
kurikulum pendidikan, pelajar sendiri dan pengajar. Bila orang berhasil
memaparkan peristiwa-peristiwa kasar (peristiwa-peristiwa yang diamati dalam
laboratorium) dengan semurni-murninya dalam kalimat-kalimat protokol, maka
inilah yang menjadi pokok permulaan tentu dari segala pengetahuan/ pendidikan[3].
Pada prinsipnya, proses belajar menurut Essensialisme adalah
melatih daya jiwa potensial yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses
absorbtion (menyerap) apa yang berasal dari luar. Yaitu warisan-warisan sosial
yang disusun dalam kurikulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.
Sekolah berperan sebagai pendidikan warganegara agar hidup sesuai dengan
prinsip kehidupan dan lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakatnya
serta membina kembali tipe dan mengoperkan kebudayaan, warisan sosial, dan
membina kemampuan penyesuaian diri individu kepada masyarakatnya dengan
menanamkan pengertian tentang fakta-fakta, kecakapan-kecakapan dan ilmu
pengetahuan.
Kebudayaan
menurut Essensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan
bahwa lembaga-lembaga dan praktik-praktik kebudayaan modern telah gagal dalam
banyak hal untuk memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan
manusia dan kebudayaannya, harus diusahakan melalui pendidikan.
Pendidikan menurut Essensialisme adalah membantu peserta didik berpikir rasional, tidak terlalu berakar pada masa lalu, memperhatikan hal-hal yang kontemporer, memuatkan keunggulan, bukan kecukupan pemilikan nilai-nilai tradisional. Teori ini mementingkan mata pelajaran dari pada proses.
Pendidikan menurut Essensialisme adalah membantu peserta didik berpikir rasional, tidak terlalu berakar pada masa lalu, memperhatikan hal-hal yang kontemporer, memuatkan keunggulan, bukan kecukupan pemilikan nilai-nilai tradisional. Teori ini mementingkan mata pelajaran dari pada proses.
DAFTAR PUSTAKA
(2013). Aliran Filsafat
Pendidikan Esensialisme
(online). http://novasuntiayusni.blogspot.com/2012/12/aliran-filsafat-pendidikan-esensialisme.html.
(12 Oktober 2014).
Anna,
Nur.(2014).Filsafat Pendidikan
Essensialisme (online). http://anannur.wordpress.com/2010/07/08/filsafat-pendidikan-essensialisme/.
(13 Oktober 2014).
Beerling,
R.F. (1961). Filsafat Dewasa Ini.
Jakarta:Dinas Penerbitan Balai Pustaka.
Burhanudin,
Arif. (2011).Filsafat Esensialisme
Dalam Pendidik (online). http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/filsafat-esensialisme-dalam-pendidikan/.
(13 Ooktober 2014).
Munandar, Aras. (2013). Hakikat
Aliran Filsafat Esensialisme
(online). http://arasmunandar.wordpress.com/hakikat-aliran-filsafat-esensialisme/.
(12 Oktober 2014).
Ngeblog,
Kahar. (2012). Aliran Esensialisme dalam
Filsafat Pendidikan (online). http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html.
(10 Oktober 2012).
[1]Beerling R.F, Filsafat Dewasa ini. (.Jakarta: Dinas PenerbitanBalai
Pustaka, 1961), cet. 3. hal.12.
[3]Beerling R.F, Filsafat Dewasa ini. (.Jakarta: Dinas
PenerbitanBalai Pustaka, 1961), cet.
3. hal.93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar