Rabu, 10 Desember 2014

Relevansi Esensialisme pada Pendidikan Kontemporer

Relevansi Esensialisme Dalam Pendidikan Masa Kini (Pendidikan Modern)
Esensialime adalah aliran filsafat yang berkembang sekitar abad 11. 12. 13, dan ke 14 Masehi, terutama berkembang pada zaman Renaissance. Zaman ini pangkal timbulnya pandangan-pandangan esensialistis awal dan berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama di zaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance merupakan reaksi terhadap tradisi dan sebagai puncak timbulnya individualisme dalam aspek berpikir dan bertindak dalam semua ranah aktivitas manusia. Esensialisme menginginkan pendidikan kembali pada kebudayaan lama. Pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Munculnya Esensialisme dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme yaitu dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. Esensialisme modern pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/ sosial. Bagi aliran ini “Education as Cultural Conservation”, Pendidikan Sebagai Pemelihara Kebudayaan. Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama sehinga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.
Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Maka Esensialisme percaya bahwa pendidikan itu harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia dan pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilanyang telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi. Selama ada kebudayaan dalam kehidupan manusia, filsafat merupakan suatu bagian dari kebudayaan itu. Kebudayaan manusia tidak hanya satu, melainkan banyak dan saling berdampingan serta berturut-turut[1]. Maka dari itu, Esensialisme menekankan bahwa pendidikan kembali pada kebudayaan lama, karena kebudayaan lama tidak hanya menuliskan buah pikiran tetapi juga berupa tanya jawab secara lisan[2].
Corak Esensialisme dibentuk dari aliran filsafat Idealisme dan Realisme. Salah satu peran Realisme modern yaitu menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dengan menguji menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
John Deonal Butler mengutarakan secara singkat ciri dari realisme dan idealisme yaitu : Alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri dan harus dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik dan disanalah terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental.
Ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :
1.       minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2.        pengawasan pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
3.        Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4.        esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
Pola dasar aliran Esensialisme menurut para tokoh yaitu Desidarius Erasmus,  humanis Belanda yang hidup pada akhir abad ke 15 dan permulaan abad ke 16 adalah tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yanag berbijak pada “dunia lain”. Ia berusaha agar kurikulum di sekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga dapat diikuti oleh kaum tengahan dan aristokrat, Johann Amos Comeniuc (1592-1670) adalah tokoh Reinaissance pertama yang berusaha mensistematiskan proses pengajaran, pandangannya ialah realis yang dogmatis, dan karena dunia ini dinamis dan bertujuan, maka tugas kewajiban pendidikaan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, Johann Frederich Frobel (1782-1852), seorang tokoh transendental dengan corak pandangannya bersifat kosmissintetis dan manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, dalam ranah pendidikan ia memandang anak sebagai makhluk berekspresi kreatif, dan tugas pendidikan adalah memimpin peserta didik kearah kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai fitrah kejadiannya, William T. Harris (1835-1909) pengikut Hegel, berusaha menerapkan Idealisme Obyektif pada pendidikan umum. Menurut dia bahwa tugas pendidikan adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual. Keberhasilan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri setiap orang kepada masyarakat, dll. Pandangan Esensialisme terhadap pendidikan bersifat umum, simplikatif dan selektif. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh tokoh William T. Harris.
Selain berpandangan pada lini pendidikan, esensialisme juga berpandangan terhadap nilai bahwa seperti halnya pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari sumber-sumber obyektif, sedangkan sifat-sifat nilai tergantung dari pandangan yang timbul dari realisme dan idealisme. Dalam pandangan realita, berpandangan sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsepsi bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula, ini berarti bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata tersebut. Hal ini diperkuat dengan Realisme obyektif dan Idealisme obyektifnya.
Dalam kajiannya mengenai pengetahuan Esensialisme berpandangan bahwa  pada kacamata realisme masalah pengetahuan ini, manusia adalah sasaran pandangan sebagai makhluk yang padanya berlaku hukum yang mekanistis evolusionistis. Sedangkan menurut idealisme, pandangan mengenai pengetahuan bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang adanya merupakan refleksi dari Tuhan dan yang timbul dari hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos.
Selain hal demikian, karena pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan aspek belajar dan kurikulum. Maka, Esensialisme memiliki pandangan terhadap belajar yaitu menurut pandangan Immanuel Kant (1724-1804) dijelaskan bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia lewat indera memerlukan unsur a priori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu, Seorang filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental, bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh alam. Berarti bahwa pendidikan itu adalah sosial. Sedangkan dalam aspek kurikulum Herman Harrell Horne menulis dalam bukunya yang berjudul This New Education mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan atas fundamental tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal, Bogoslousky, dalam bukunya The Ideal School, mengutarakan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian : Universum, Sivilisasi, Kebudayaan, dan Kepribadian.
Jadi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur  dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu menyadari realita scbagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya.
Tujuan pendidikan adalah aktivitas menyampaikan warisan budaya melalui suatu inti pengetahuan yang saling terhimpun, dan telah bertahan sepanjang waktu. Pengetahuin ini diiringi oleh keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat sehingga terbentuk esensial pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, dan pengembangan intelektual atau kecerdasan. Dalam pendidikakn tidak terlepas dari unsur-unsur yang membentuk sistem pendidikan itu seperti metode pendidikan, kurikulum pendidikan, pelajar sendiri dan pengajar. Bila orang berhasil memaparkan peristiwa-peristiwa kasar (peristiwa-peristiwa yang diamati dalam laboratorium) dengan semurni-murninya dalam kalimat-kalimat protokol, maka inilah yang menjadi pokok permulaan tentu dari segala pengetahuan/ pendidikan[3].  
Pada prinsipnya, proses belajar menurut Essensialisme adalah melatih daya jiwa potensial yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses absorbtion (menyerap) apa yang berasal dari luar. Yaitu warisan-warisan sosial yang disusun dalam kurikulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara. Sekolah berperan sebagai pendidikan warganegara agar hidup sesuai dengan prinsip kehidupan dan lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakatnya serta membina kembali tipe dan mengoperkan kebudayaan, warisan sosial, dan membina kemampuan penyesuaian diri individu kepada masyarakatnya dengan menanamkan pengertian tentang fakta-fakta, kecakapan-kecakapan dan ilmu pengetahuan.
Kebudayaan menurut Essensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan bahwa lembaga-lembaga dan praktik-praktik kebudayaan modern telah gagal dalam banyak hal untuk memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan kebudayaannya, harus diusahakan melalui pendidikan.
Pendidikan menurut Essensialisme adalah membantu peserta didik berpikir rasional, tidak terlalu berakar pada masa lalu, memperhatikan hal-hal yang kontemporer, memuatkan keunggulan, bukan kecukupan pemilikan nilai-nilai tradisional. Teori ini mementingkan mata pelajaran dari pada proses.


DAFTAR PUSTAKA

(2013). Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme (online). http://novasuntiayusni.blogspot.com/2012/12/aliran-filsafat-pendidikan-esensialisme.html. (12 Oktober 2014).
Anna, Nur.(2014).Filsafat Pendidikan Essensialisme (online). http://anannur.wordpress.com/2010/07/08/filsafat-pendidikan-essensialisme/. (13 Oktober 2014).
Beerling, R.F. (1961). Filsafat Dewasa Ini. Jakarta:Dinas Penerbitan Balai Pustaka.
Burhanudin, Arif. (2011).Filsafat Esensialisme Dalam Pendidik (online). http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/filsafat-esensialisme-dalam-pendidikan/. (13 Ooktober 2014).
Ngeblog, Kahar. (2012). Aliran Esensialisme dalam Filsafat Pendidikan (online). http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html. (10 Oktober 2012).






[1]Beerling R.F, Filsafat Dewasa ini. (.Jakarta: Dinas PenerbitanBalai Pustaka, 1961), cet.  3.  hal.12.
[2] Ibid.
[3]Beerling R.F, Filsafat Dewasa ini. (.Jakarta: Dinas PenerbitanBalai Pustaka, 1961), cet.  3.  hal.93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar